Mahfud MD, Tom Lembong, Mens Rea
"Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat."
Mahfud MD
Tom Lembong divonis 4,5 tahun Penjara
Sedang hangat putusan hakim kepada Tom Lembong. Pidana 4,5 tahun penjara dan ganti rugi 750 juta rupiah harus dialami Thomas Trikasih Lembong. Hal ini menggelitik pakar hukum prof. Mahfud MD. Seperti kita ketahui bersama sejak awal pak Mahfud MD mengatakan bawha beliau menilai penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait impor gula sudah sesuai dengan aturan hukum.
Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa menuntut Tom dihukum penjara selama 7 tahun, serta membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Tom Lembong dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Dalam berita yang beredar, Tom Lembong dihukum 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan dalam kasus korupsi impor gula. Menurut pendapat majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar. Kerugian negara tersebut timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong. Majelis menyebut, harga pokok penjualan (HPP) gula saat itu Rp 8.900 per kilogram. Namun, PT PPI membeli dari para produsen itu senilai Rp 9.000 per kilogram.
“Didasari atas perbuatan secara melawan hukum telah pula mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu kerugian keuangan PT PPI Persero karena uang sejumlah Rp 194.718.181.818,19 seharusnya adalah bagian keuntungan yang seharusnya diterima oleh PT PPI Persero,” kata Hakim Anggota, Alfis Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025). Hakim pun menilai, kebijakan Tom Lembong dalam mengimpor gula hanya mengedepankan ekonomi kapitalis, alih-alih ekonomi Pancasila.
Penilaian hakim terhadap Tom Lembong adalah sebagai berikut:
- "Terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional lebih mengedepankan ekonomi kapitalis, dibandingkan sistem demokrasi ekonomi dan sistem Pancasila berdasarkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," ungkap hakim saat membacakan hal-hal yang memberatkan tindakan Tom Lembong.
- Selain itu majelis berpendapat bahwa Tom Lembong juga dinilai tidak melaksanakan asas kepastian hukum dan meletakkan hukum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengambilan setiap kebijakan dalam pengendalian harga gula, ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
- Hakim juga menilai, Tom Lembong tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara akuntabel, bermanfaat dan adil dalam pengendalian stabilitas harga gula yang murah dan terjangkau oleh masyarakat sebagai konsumen terakhir atau bahan kebutuhan pokok berupa gula kristal putih (GKP).
- "Keempat, terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan telah mengabaikan masyarakat sebagai konsumen akhir gula kristal putih untuk mendapatkan gula kristal putih dengan Harga yang terjangkau," ungkap hakim.
Pendapat Mahfud MD
Mahfud menjelaskan bahwa seseorang dapat dijerat sebagai tersangka kasus korupsi apabila memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara. Inilah awal pendapat pak Mahfud MD ketika diwawancari wartawan maupun dalam podcast-podcastnya.
"Jadi, meskipun Tom Lembong tidak menerima dana tersebut, tapi jika memperkaya orang lain atau korporasi, maka bisa disangka korupsi jika ditambah unsur melawan hukum dan merugikan keuangan negara," demikian pendapat pak Mahfud MD, mantan calon wapres kita.
"Setelah saya mengikuti isi persidangan dan mendengar vonisnya, maka menurut saya vonis itu salah," kata Mahfud kepada Kompas.com, Selasa (22/7/2025). Pendapat Mahfud MD sekarang menjadi berubah sama sekali, mungkin karena konteks yang berbeda antara kasus dan bagaimana cara hakim mengambil putusan.
Hal ini dikatakan setelah beliau mengikuti proses persidangan. Mahfud MD menilai bahwa hakim melakukan kesalahan dengan menjatuhkan hukuman pidana kepada Tom Lembong. Beliau beralasan bahwa dalam persidangan tidak ditemukan adanya niat jahat atau Mens Rea dari pribadi Tom Lembong. Sebab untuk menghukum seseorang selain adanya perbuatan pidana, juga harus muncul atau terbutki adanya niat jahat atau Mens Rea, dan ternyata tidak terbukti adanya niat jahat dari Tom Lembong.
"Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat," tegas Mahfud MD.
Beliau juga menyinggung kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong itu dilakukan atas perintah. Jadi kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari atasannya untuk diteruskan sampai ke bawah.
Tak ada Mens Rea Tom Lembong
Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya 'geen straf zonder schuld', artinya 'tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan'. Unsur utama kesalahan itu adalah mens rea. Nah, di kasus Tom Lembong tidak ditemukan mens rea karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif," tukas Mahfud.
Pakar hukum Mahfud MD menilai vonis kepada Tom Lembong lemah karena hakim mengkalkulasi kerugian negara dengan caranya sendiri, tidak merujuk pada perhitungan resmi dari BPKP. Selain kelemahan lainnya yakni tidak dapat menunjukkan rangkaian logis tentang actus rectus atau perbuatan pidana yang ditersangkakan kepada Tom Lembong.
Mahfud MD mendorong Tom Lembong untuk meminta Pengadilan Tinggi dalam mengoreksi vonis hakim melalui banding. Rupanya Mahfud geram dengan candaan hakim tentang kebijakan kapitalistik seperti ini:
"Hakim juga bercanda lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma," demikian komentar pak Mahfud.
[ Sumber : Kompas }
Mens Rea and the Law
The concept of mens rea was brought up in the writings of English jurist Edward Coke, who promoted the idea that an act itself does not make a person guilty of a crime, unless their mind is also guilty. This is a vital differentiation between an individual who accidentally does something that turns out to be a crime, and someone who set out in their mind to do something to harm another person or their property. In modern law, a person cannot generally be convicted of a crime unless it can be shown that he knowingly engaged in the illegal act.
This concept is commonly seen in incidents resulting in severe injury or death. For example, a pedestrian steps off the curb in front of driver William, who slams on his breaks in an attempt to stop, but ends up hitting and killing the pedestrian. Although William technically killed the pedestrian, he had no intent to cause harm, and therefore no “guilty mind.” This is considered an accident, not a criminal act.
Posting Komentar