Musik, Hak Cipta dan UMKM
Pengusaha UMKM Kafe mengalami ketakutan karena imbas kasus Direktur Mie Gacoan. Pernah dengar ya berita tentang Pengusaha Mie Gacoan di Bali yang terkena tuntutan milyaran rupiah gara-gara memutar musik tanpa membayar royalti. Pengusaha memang mencari laba, begitupun para pekerja seni, pencipta lagu pun sekarang dilindungi kepentingannya, dalam hal ini adalah hak cipta karyanya.
Direktur PT Mitra Bali Sukses yang menaungi jaringan Mie Gacoan di Bali, I Gusti Ayu Sasih Ira, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pelanggaran hak cipta musik. Kasus ini mencuatkan kembali pentingnya kepatuhan usaha kuliner terhadap regulasi royalti hak cipta musik.… pic.twitter.com/SpZJv29tmm
— BeritaSatu (@Beritasatu) July 21, 2025
Pengusaha UMKM dan Musik
Pengusaha kafe-kafe menjadi ketakutan karena hak cipta dan imbas dari kasus Mie Gacoan. Bahkan lucu juga, ada yang kemudian memutar lagu kicau-kicauan burung di kafenya. Daripada memutar musik yang nantinya bisa jadi pelanggaran hak cipta.
Sosialisasi penggunaan lagu dengan hak cipta di tempat umum dan komersl memang baru sebatas wacana. Siapa bilang?.
Kasus tuntutan kepada Mie Gacoan ini adalah sosialisasi besar-besaran. Sebuah kampanye hak cipta yang megah, tidak harus dengan buzer-buzer tingkat tinggi. Para artis, pencipta lagu, komentator, pengamat musik, pengusaha UMKM hingga media nasional menyorotinya. Sebuah sosialisasi paling berhasil namun dengan korban.
Sosialisasi UU 28 tahun 2024 tentang Hak Cipta
Memang jika hal itu dipandang sebagai sosialisasi. Namun berapa kontraprestasi yang didapat oleh Mie Gacoan?. Kasus dan proses hukum masih berjalan dan denda harus dibayar tentunya.
Berapa lagi korban harus muncul? Berapa lagi pengusaha UMKM jadi sakit hati dan ketakutan? Ketidakjelasan, sosialisasi dan publikasi pelaksanaan UU 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta tak pernah terdengar luas di telinga publik. Berapa lagi korban yang akan dimakan?.
Konflik dan Ketidakpuasan
Ketidakpuasan para seniman pencipta lagu dan penyanyi kepada LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) maupun LMKN (Lembaga Manajeman Kolektif Nasional) membuka kesempatan bagi penyanyi ataupun pencipta lagu untuk dapat keluar dan menagih royalti langsung kepada user.
Ya kita juga pernah mendengar bahwa Agnes Monica pun terkena kasus pelanggaran Hak Cipta. Rame,.. iya. Juga perseteruan antara Ahmad Dhani dengan Once yang bahkan membuat grup band Dewa harus menyesuaikan dirinya pada situasi yang tidak enak.
Kronologi pelanggaran yang dituduhkan kepada Agnes Monica. Agnez Mo menyanyikan lagu “Bilang Saja” ciptaan Ari Bias di tiga konser tanpa izin langsung dari pencipta. Kemudian Ari Bias menggugat dan melaporkan Agnez Mo ke Bareskrim Polri pada Juni 2024. Proses hukum dilakukan dan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan Agnez Mo bersalah dan menghukumnya membayar ganti rugi Rp1,5 miliar. Wow!!!
Agnez Mo dikenakan Pasal 9 Ayat (2) dan (3) yang isinya mengatur bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi atas karya cipta wajib mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, dan. Pasal 113 Ayat (2): Mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran hak ekonomi pencipta, termasuk denda dan/atau pidana penjara.
Hal ini - memicu uji materi terhadap beberapa pasal UU Hak Cipta oleh 29 musisi Indonesia, termasuk Pasal 9 dan Pasal 113. Para penuntut uji materi menilai pasal-pasal tersebut multitafsir dan berpotensi mengancam industri musik jika tidak dijelaskan atau direvisi.
Jadi bukan hanya pengusaha UMKM yang bisa terkena, bahkan para penyanyi pun bisa ketika mereka menyanyi dengan dibayar atau penonton harus membeli tiket. Bagus, kita sedang menuju peradaban yang penuh aturan dan para pelaku kehidupan harus menyesuaikan diri dan mematuhi aturan. Ini hal positif.
Pemerintah melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan pentingnya mematuhi aturan royalti musik, baik bagi usaha besar maupun UMKM.
— Kompas.com (@kompascom) July 30, 2025
~MD #Gacoan #RoyaltiMusik https://t.co/ANsAsiTbqr
Lika-Liku Pemungutan Royalti: Edisi Restoran, Kafe, Pub, Bar, Bistro, Klab Malam, dan Diskotek
— Koalisi Seni (@KoalisiSeni) August 1, 2025
Sistem Pemungutan Royalti di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016. pic.twitter.com/5Z24791np9
Solusi untuk UMKM
Pengusaha UMKM yang memutar lagu baik di Kafe maupun angkringan sebaiknya tidak perlu takut. Ada platform-platform yang bisa digunakan misalnya radio, ataupun web penyedia lagu tak berhak cipta, maupun langganan berbayar pada platform tertentu dengan istilah premium atau apalah.
Terkecuali para pengusaha yang menarik tiket untuk mendengarkan lagu dan ada panggung live-nya. Jadi masalah juga ketika yang membayar royalti adalah Event Organizer (penyelenggaranya), namun EO tak membayar royalti. Karena para penyanyi yang mendapatkan hasil bisa dituntut oleh para penagih royalti. Penagih royalti bisa dilakukan oleh pencipta lagu sendiri, hal ini diijinkan oleh UU 28 tahun 2018 tentang Hak Cipta, karena mereka tidak puas dengan hasil royalti dari LMK maupun LMKN.
Pengusaha UMKM jika ingin menggunakan lagu dari penciptanya secara legal bisa menggunakan Direct Licensing.
Apa Itu Direct Licensing?
Direct licensing adalah sistem di mana pencipta lagu memberikan izin langsung kepada pengguna (misalnya penyanyi, restoran, event organizer) untuk menggunakan karya mereka tanpa melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti LMKN.
Ciri-ciri Direct Licensing
Ciri-ciri Direct Licensing adalahIzin diberikan langsung oleh pencipta kepada pengguna, Royalti dibayarkan langsung ke pencipta, bukan lewat LMK, dan Lebih fleksibel dan transparan dalam negosiasi tarif dan syarat penggunaan.Legalitas Direct Licensing
Direct Licensing ini sah secara hukum dan memiliki legalitas berdasarkan UU 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, yakni:
- Pasal 81 UU No. 28 Tahun 2014: Pencipta berhak mengelola sendiri hak ekonominya atau memberikan lisensi kepada pihak lain.
- Pasal 87 Ayat (1): Tidak mewajibkan pencipta untuk menjadi anggota LMK agar bisa menarik royalti.
- Pasal 119: Larangan hanya berlaku untuk LMK yang menarik royalti tanpa izin, bukan untuk pencipta.
Direct Licensing tidak melanggar UU 28 tahun 2024 tentang Hak Cipta. Negara lain seperti AS dan Australia sudah mengakui direct licensing sebagai bagian dari sistem hak cipta yang fleksibel dan efisien. Indonesia sedang menuju ke arah itu, tapi masih butuh penyesuaian regulasi dan sistem administratif.
Ya, meskipun kita bekas jajahan Belanda yang diagung-agungkan memiliki sistem administratif yang bagus. Dan sebagai hasil jajahan Belanda kita memiliki sistem administrasi yang bagus. Namun hal tersebut ternyata hanya bualan belaka. Omon-omon thok!!!.
Jadi UMKM dapat mendukung pelaksanaan UU Hak Cipta sekaligus memberikan dukungan penuh terhadap dunia musik Indonesia dengan melakukan direct licensing. Direct Licensing ini sepertinya mirip dengan yang dilakukan Ahmad Dhani dan Ari Lasso.
Para pengusaha restoran, kafe, serta tempat makan dan minum lainnya mengaku belum membayar royalti meski memutar musik di tempat usaha mereka. Padahal Undang-Undang Hak Cipta dan produk hukum turunannya sudah mewajibkan mereka membayar royalti sejak nyaris satu dekade lalu.… pic.twitter.com/85ZjE9uuXw
— tempo.co (@tempodotco) July 27, 2025
si Ariel Noah ( @R_besar ) untuk pertama kalinya nulis di media. terkait royalti panggung & sengketanya hari ini.
— Dosen Kesayanganmu (@direktoridosen) June 30, 2025
cukup jelas & kelas.
LMKN memang biang masalah,
tidak transparan, tidak kompeten.
Membuat musisi terbelah. pic.twitter.com/Ixl7aQOf9V
Tancep Kayon
Kita masyarakat umum sangat senang dengan perkembangan musik di Indonesia. Lagu-lagu indah diproduksi dan tercipta dari insan-insan pemilik bakat seni yang agung. Mereka memiliki totalitas hebat dan mendapatkan rejeki dari penggunaan hasil karyanya. Setiap orang harus menghormatinya.
Ada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang, Peraturan Menteri, hingga Peraturan sampai tingkat bawah yang operasional di lapangan. Negara semakin berkembang, kita harus setuju dan mematuhi aturan yang sudah dibuat dengan cara yang benar.
Tentunya para penagih royalti juga menghitung. Kafe sebesar apa ataupun jika penyanyi maka berapa kira-kira keuntungan dari event yang terselenggara. Kita manusia Indonesia, memiliki hitungan sendiri dan adab untuk berkecimpung dalam dunia ini. Ahmad Dani pun pernah berkata tidak akan meminta royalti ketika lagunya dimainkan dalam event-event yang hasilnya tidak tinggi.
Sosialisasi dan penyebarluasan pemahaman akan UU Hak Cipta perlu sekali. Hak Cipta maksudnya adalah untuk melindungi hasil karya dan pencipta karya tersebut agar tidak dipergunakan secara salah ataupun merugikan penciptanya. Banyak hal filosofis yang bisa dengan mudah dipahami oleh masyarakat luas.
Demikian, selebihnya silakan berkomentar, demi kemajuan dunia musik dan dunia seni Indonesia.
Hak cipta adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta untuk melindungi karyanya. Hak ini timbul secara otomatis ketika suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. Hak cipta mencakup berbagai jenis karya seperti karya tulis, seni, musik, audio visual, dan lainnya. Pelanggaran hak cipta terjadi ketika karya dilindungi digunakan tanpa izin dari pemegang hak cipta.
Vokalis GIGI, Armand Maulana, dan musisi Doadibadai Hollo alias Badai eks Kerispatih, menanggapi fenomena kafe yang menghentikan pemutaran lagu hits karena takut membayar royalti.
— kumparan (@kumparan) August 2, 2025
Armand menjelaskan bahwa royalti sudah diatur dalam SK Menkumham 2016, yaitu Rp 120 ribu per kursi… pic.twitter.com/VuOOYOsw92
Beberapa kafe dan restoran mulai mengganti musik latar mereka dengan suara kicauan burung.
— Kompas.com (@kompascom) August 1, 2025
Langkah ini diambil agar tidak perlu membayar royalti musik, seperti diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.
Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional… pic.twitter.com/16PsbNcqGt
Posting Komentar